WK-Brand Logo

Senin, 19 Maret 2012

AKPER KETAPANG: Bisnis Berkedok Pendidikan


Siapa yang tak senang menjadi mahasiswa atau alumni Akper Pemda Ketapang. Akademi Keperawatan (Akper) Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat telah banyak mencetak generasi yang terampil di bidang kesehatan ini merupakan akper kebanggaan masyarakat Ketapang. Akper yang berdiri sejak beberapa tahun silam ini merupakan akademi milik Pemda Kabupaten Ketapang dengan jenjang akademik D-III Keperawatan. Akper yang beralamat di jalan Dr. Sutomo samping jalan Gusti Muhammad Saunan Ketapang tesebut dulunya ialah Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK) setara SLTA. Seiring perkebangan waktu, SPK tersebut tutup dan sekarang ditempat tersebut berubah status menjadi Akper Pemda Ketapang.

Sepintas, bagi siswa yang lulusan SLTA merasa bangga jika bisa masuk dan menjadi mahasiswa di Akper Pemda Ketapang, sebab akper merupakan sekolah yang bergengsi dan terkesan elit, sebab mahisiswa yang kuliah disana rata-rata orang berdopet tebal (katanya), kemudian lulusan akper 99 % memiliki peluag kerja, baik menjadi PNS maupun buka praktik sendiri dan lain-lain. Orang tua merasa bangga jika anaknya lulus dan dapat bekerja sebagai perawat apa lagi pegawai negeri. Namun sayang, dibalik prestasi itu menyimpan sejuta misteri yang seakan-akan sulit untuk diungkap. Bahkan banag UT sempat tercengang mendegar penuturan alumni Akper Pemda Ketapang pada saat bang UT ngobrol di salah satu warkop di pasar lama Ketapang. Alumni yang tidak mau disembutkan namanya ini menuturkan panjang lebar tentang kondisi riel Akper Pemda Ketapang, mengingat ia merupakan anak petani miskin dan berprestasi yang merasa terzalimi oleh pengelola (desen/rector/menejer) Akper. Sebut saja alumni tersebut Alex (bukan nama sebenarnya) agar memudahkan menyebutkan objek atau sumber berita.

Lebih lanjut Alex menuturkan. Untuk mewujudkan impian saya kuliah di akper tersebut, orang tua saya di kampung harus menjual kebun satu bidang, mengingat biaya masuk diakper cukup mahal, yah normal normalnya sih sekitar 20 jutaan, seperti untuk biaya uang semester, uang tabungan, uang senat, sumbangan pembangunan pendidikan, atribut (pakaian dinas 2 stel, treining, pakaian dinas PKL, almamater, sepatu, lencana/papan nama, scot, uang perpustakaan, uang laboraturium), perlengkapan asrama, biaya program pengenalan studi (PPS) dan biaya TPRS untuk mahasiswa dan lain-lain. Namun ada juga nominalnya yang lebih besar dari itu, seperti siswa yang lulusan SLTA dengan nilai pas-pasan. Untuk mendongkrak nilai yang kurang tersebut agar bisa lulus masuk akper, orang tua rela mengeluarkan biaya lebih (sopoy) agar anaknya dapat diterima di akper tersebut. Dosen/rector memasang tariff yang tidak layak kepada calon mahasiswa baru yang standar nilainya minim, sehingga tidak ada alasan tidak lulus jika orang tua bisa diel dengan biaya yang ditawarkan oleh dosen/rector akper tersebut. Jika calon mahasiswa yang mendaftar banyak/lebih dari standar penerimaan dan kebanyakan nilainya pas-pasan, maka kompetsinya harus dilakukan oleh orang tua ialah: sediakan uang yang banyak untuk bersaing antar orang tua, atau orang tua punya relasi dengan dosen/rector, atau orang tua memiliki hubugan kekeluargaan dengan salah satu dosen atau rector. Jika 3 kriteria tersebut dimiliki salah satu orang tua yang nilai anaknya pas-pasan, maka jangan khawatir anaknya pasti lulus.

Sisi lain yang menjadi misteri di kampus Akper Ketapang ialah transparasi dalam penggunaan dana pungutan dari mahasiswa. Salah satu contoh: uang untuk perlengkapan asrama, sumbangan pembangunan pendidikan yang jumlahnya sangat besar, perpustakaan, laboraturium dan lain-lain yang jumlahnya per semester sangat tinggi. Namun relalisasinya sangat jauh dari harapan. Piring, gelas dan perlengkapan lainya saja yag dananya tak seberapa kami harus bawa dari rumah masing-masing selama di asrama. Sementara kondisi asrama kami bocor jika hujan, pada hal biaya/sumbangan pembangunan pendidikan lebih dari 7 juta/mahasiswa, tapi kenapa kondisi arma dan kampus Akper Pemda Ketapang tetap seperti rumah tua dan angker? Jika dihitung dari sejak berdirinya akper hingga sekarang, untuk biaya sumbangan gedung saja di kali jumlah mahasiswa per tahun dan di kali nominal uangnya maka jumlahnya lumayan besar, tapi kemana uang tersebut? Kritis Alex.

Selain itu, mahasiswa baru menjadi bulan-bulanan oleh oknum dosen untuk kerja bakti di rumah dosen tanpa belas kasihan. Tenaga mereka (mahasiswa) benar-benar diporsir seharian di rumah oknum dosen. Layaknya pembantu mereka diperlakukan oleh oknum dosen, bahkan lebih keji dari itu. Sementara dosen tersebut tanpa ada tengang rasa terhadap mahasiswa yang belum mampu memenuhi kewajiban kuliahnya. Ancaman bagi siswa yang belum mampu memenuhi kewajiban kuliahnya per semester ialah tidak bisa mengikuti ujian, pada hal tak semua siswa tergolong orang mampu secara ekonomi. Bahkan ada orang tua mahasiswa yang menghadap dosen/rector untuk minta tempo pembayaran uang semester/asrama dll tapi dosen tidak bisa mentolerer, pada hal orang tua tersebut masih dalam usaha mencari dana untuk kebutuhan anaknya & bersungguh-sungguh akan segera melunasinya jika uang sudah tersedia, tapi dengan angkuh dosen itu menjawab, “Anak ibu/bapak tidak bisa kami ikutkan dalam ujian atau kegiatan tertentu karena belum memenuhi kewajiban kuliahnya.” Masalah kewajiban mahasiswa yang tertunda tidak dapat ditolerer, sementara memperkerjakan mahasiswa layaknya kuli untuk kepentingan pribadinya tidak ada tengang rasa/toleransi.

Adalah wajar jika alumni Akper Pemda Ketapang yang sudah lulus dan bekerja tidak memiliki kompetisi, kompetensi & disiplin ilmu keperawatan yang memadai, sebab meraka masuk di akper bukan berdasarkan standar akademik yang ditetapkan kampus tetapi berdasarkan seberapa besar dan kemampuan financial yang disuguhkan oleh orang tua kepada pihak akademik. Inilah realita kampus Akper Pemda Ketapang, dan ini sudah menjadi rahasia umum.

Melihat kondisi akut akper di atas, apakah Pemda Ketapang tidak tahu, pura-pura tidak tahu atau tidak mau tahu terhadap kondisi kampus tersebut? Sungguh ironis jika Pemda Ketapang tidak mengatahui atau tidak mau tahu tentang kondisi akper miliknya. Apakah Pemda Ketapang hanya tahu seberapa besar kontribusi akper terdahap daerah yang diperoleh dari pungutan akper tersebut? Inilah salah satu contoh bisnis oknum Pemerintah Ketapang mengatasnamakan pendidikan. Jadi wajar jika pendidikan di negeri ini tidak mengalami kemajuan secara signifikan dibanding negeri jiran Malaysia, sebab mentalitas pejabat negeri ini kebayakan telah dirusak oleh paham kapitalis/matrealis.

by. Ujang Tingang (edisi: 14/03/12)

5 komentar:

arkha mengatakan...

ehemmm........
saya murid SMA jurusan IPA,,setlah mendengar artikel di atas,,saya agak rgu masuk akper ketapang.

saya harap pemda ketapang egera menyikapi keadaan dan masalah yang ada debgan segera,,agar menjadi panutan bagi generasi ke depannya.

kami juga tidak mau uang yang akan kami keluarkan itu terbuang sia-sia

satria mengatakan...

mudah-mudahan dengan adanya Ujian Kompetensi Keperawatan yg dimulai pada bulan November 2013 ini untuk D3 Keperawatan seluruh Indonesia akan membuat Akper Ketapang tidak bisa meluluskan mahasiswa-mahasiswi cetakannya yang tidak profesional dan tidak berkompetensi.

wartakayong mengatakan...

amieeen kita kawal bersama mas bro

Ayu Desi mengatakan...

Kenapa KKU gak bikin Akper sendiri... jangan cuma bikin tulisan tapi bersifat menyerang, coba kritik daerahmu sendiri supaya lebih maju dari Ketapang..

wartakayong mengatakan...

santai dek ayu desi jangan spanning lah ya, kami tidak mengganggu dek ayu kok, kami coba menggali dari fakta yg ada, kami bukan mau menyerang, kami ini netral tdk berfihak ke mana mana,, coba dek ayu desi buka semua portal wartakayong ini niscaya akan terbuka wawasan bahwa kami tdk berdiri di manapun untuk kepentingan pengkotak kotakan, heheh