WK-Brand Logo

Jumat, 14 Maret 2014

Musrenbang RPJMD Kabupaten Digelar (2)

musrenbangkab 2

(Lanjutan)

Sedangkan dari Guru Besar Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof. Dr. Eddy Suratman, M.E, mengulas hal yang berbeda. Beliau menyebut KKU dengan istilah “Muda, Ramping dan Penuh Tantangan”. Muda, sebab KKU baru berumur 7 tahun. Tentu masih mudah untuk menatanya. Seperti kita menasehati, tentu lebih mudah mengarahkan yang muda ketimbang yang tua.


Ramping, karena luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah kecamatan dan jumlah desa di KKU sedikit dibanding kabupaten lain di Kalbar. Orang yang ramping, tentu lebih lincah dalam bergerak, ketimbang orang gemuk. Peluang untuk menjadi pemenang pun sangat terbuka. Tinggal kebijakan pengelolaan, ungkap Prof. Eddy memberikan perumpamaan.


Namun dibalik usia muda dan tubuh yang ramping tersebut, KKU memiliki Tantangan besar. Mengutip data BPS Kalbar tahun 2012, Angka Melek Huruf KKU 88,34 %, nomor kedua setelah Kubu Raya dengan angka 89,07 %, dengan rata-rata lama sekolah 5,84 tahun. Untuk angka Harapan Hidup ibu dan anak tahun 2012, KKU 66,00 per tahun, nomor kedua setelah Sambas yang hanya 61,69 per tahun.


Untuk kontribusi terhadap  PDRB, tahun 2012, KKU memberikan kontribusi terkecil se- Kalbar, yaitu hanya 1,65 %, penyumbang terkecil kedua setelah Melawi (1,70 %). Angka kemiskinan di KKU tahun 2012 (10,16 %), urutan keempat setelah Landak (12,41 %), Melawi (12,09 %) dan Ketapang (11,91 %). Namun untuk pertumbuhan ekonomi tahun 2012, KKU mengalahkan pertumbuhan ekonomi provinsi, yaitu 6,01 %, sedangankan provinsi hanya 5,81 %.


Untuk tingkat pengangguran, tahun 2012, KKU tertinggi di Kalbar, yaitu 6,96 %. Namun menurun di tahun 2013, yaitu 4,66 %, urutan kelima setelah Kubu Raya (9,26 %), Kota Pontianak (6,12 %), Kab. Pontianak (5,66 %) dan Ketapang (4,70 %).


Masih mengintip data BPS Kalbar. Tahun 2012, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) KKU dan Sambas menduduki peringkat terakhir di Kalbar, dengan IPM 66,19. Namun akan ini belum terbantahkan di tahun 2013, apakah IPM KKU akan naik atau semakin melorot. Sebab, 2013 BPS Kalbar belum meliris data IPM se- Kalbar, pungkas sang professor.


Menurut Prof. Eddy, kunci utama untuk mewujudkan Visi itu, yaitu percepatan pembangunan infrastruktur. Namun masalahnya, anggaran terbatas. Pendapatan KKU tahun 2012 hanya sebesar Rp. 417,691 Milyar, dengan PAD Rp. 26,472 Milyar atau 6,34 %. Padahal, alokasi belanja daerah sudah bagus. Tantangannya adalah, meningkatkan pendapatan daerah diluar dana perimbangan.


Masih menurut Prof. Eddy. Untuk meningkatkan pendapatan daerah, antara lain: a) Perlu pengoptimalan UU Nomor 28/2009, terutama tentang pajak; b) Menetapkan tarif pajak yang menarik bagi investor, misalnya, menetapkan BPHTB lebih rendah dibanding daerah sekitarnya, bervariasi sesuai karakteristik wilayah; c) Mengevaluasi belanja yang kurang tepat, misalnya belanja Pendidikan Gratis, sebaiknya hanya untuk masyarakat Miskin dan Hampir Miskin, bukan untuk orang kaya, agar dana lebih optimal dan efisien; dan d) Percepat pembangunan infrastruktur, khususnya transportasi dan pemerataan pelayanan publik diseluruh kecamatan.


Untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, menurut saya, “Kata Prof. Eddy,” KKU tak perlu banyak program unggulan, cukup tiga saja. Peningkatan/percepatan infrastruktur, kualitas pendidikan dan kesehatan gratis, itu yang paling utama. Sehingga fokus pembangunan akan tercapai. Infrastruktur jalan yang mudah dan baik, adalah roda pertumbuhan ekonomi. Apa lagi bagi daerah kepulauan dan pedalaman. Jika infrastruktur mereka rusak, selain proses/pergerakan ekonomi terganggu, sekolah pun jadi sulit, serta pelayanan kesehatan jadi terganggu. Tak jarang, banyak pasien nyawanya tak tertolong akibat jalan rusak, karena menempuh rumah sakitnya sulit.


Nara sumber berikutnya, Prof. Dr. Hj. Redatin Parwadi, M.A. Guru Besar bidang Sosial dan Budaya ini lebih memfokuskan pembahasan tentang paradigma pembangunan di Indonesia. Satu yang beliau sesalkan, saat ini perencanaan pembangunan kita kembali ke era Orde Baru (Orba) lagi. Harusnya perencanaan itu bottom up (dari bawah) ke atas. Namun, yang terjadi dari atas ke bawah (top down). Ini banyak dipraktikan Anggota Dewan, dengan istilah Aspirasi Dewan.


Seharusnya hal tersebut disadari Anggota Dewan yang ada. Praktik Orba tersebut harus dihilangkan, sehingga pembangunan benar-benar usulan dan kebutuhan masyarakat. Hasil pengamatan saya, Anggota Dewan di KKU pun melakukan praktik top down dalam menetapkan program aspirasinya. Tidak mengacu pada hasil Musrenbangdes atau RPJMD. Sehingga banyak pembangunan yang tidak tepat sasaran dan bukan kebutuhan masyarakat, namun kebutuhan audiens (tim sukses), ungkap Prof. Redatin.


Usulan pembangunan itu harus bersifat partisipatif. Harus ada unsur dan partisipasi masyarakat di dalam perencanaannya. Musrenbang adalah salah satu wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sebab, dengan musrenbang, segala kebutuhan masyarakat di tingkat bawah terakomodir dengan baik dan tepat pula. Model ini yang harus dipertahankan dan diperhatikan para pengambil kebijakan, pinta Prof. Redatin.


Lebih dalam, Prof. Redatin menegaskan, otonomi sesungguhnya ada di Desa. Desalah yang benar-benar punya wilayah, punya rakyat dan langsung berhubungan dengan rakyat. Desa juga sebagai tempat tinggal rakyat, punya pemerintahan dan punya badan perwakilan. Sehingga wajar  jika harus mendapatkan kue nasional dan daerah, melalui APBN dan APBD. Masyarakat desa benar-benar merupakan wujud dari modal dan dasar pembangunan. Tindakan meninabobokan desa harus diakhiri. UU Nomor 6/2014 adalah jawaban atas desa. Tentu ini harus didukung dengan SDM/aparatur desa yang mumpuni pula.


Setelah para nara sumber menyampaikan analisis ilmiahnya kepada peserta rapat, acara selanjutnya Isoma. Masuk pukul 13.30, acara lanngsung dipimpin Kepala Bappeda KKU, Drs. Oma Zulfithansyah, M.Si. Sesi ini  menitik beratkan pada pembedahan Visi, Misi atau 15 program unggulan KKU 2013 – 2018. Namun, sebelum masuk ke acara pokok tersebut, selama ± 30 menit, Kepala Bappeda memberikan ruang kepada peserta untuk berdialog/menyampaikan pendapat.


Untuk efektifitas dan efisiensi waktu pembahasan, peserta musyawarah dibagi dalam tiga komisi, yaitu Komisi Sarana Prasarana, Komisi Ekonomi dan Komisi Sosial Budaya. Masing-masing komisi dipimpin oleh seorang Ketua dan Sekretaris Komisi.


Selama ± 2 jam pembahasan, akhirnya setiap komisi berhasil merumuskan kesepakatan untuk menambah/memperbaiki isi Dokumen RPJMD KKU 2013 – 2018, sebagai acuan Bappeda untuk memperbaiki dokumen RPJMD. Masing-masing komisi menarasikan hasil kesepakatan komisinya di hadapan forum. Bukan hanya itu, setiap keputusan komisi didokumentasikan dalam Berita Acara (BA) Kesepakatan Rapat Komisi. Acara terakhir penandatanganan BA. Setiap komisi diwakili Kepala/Staf dari SKPD yang ada di komisi, wakil dari Ormas serta wakil dari masyarakat.


Sebelum menutup acara Musrenbang RPJMD, Kepala Bappeda KKU memberikan penekanan. Setiap SKPD wajib memasukan rumasan musyawarah atau dokumen RPJMD kedalam Rencana Strateris (Renstra) SKPD masing-masing. Ini penting. Karena, RPJMD merupakan kerangka berpikir dan rumusan program yang telah kita tetapkan bersama, papar mantan Kepala BPMPDPKB KKU ini menutup acara. (Has)

0 komentar: