WK-Brand Logo

Selasa, 20 Mei 2014

Aksi Mubadzir Kelulusan Siswa/i SMA/SMK

coret oret baju ujian dan konvoi di kayong utara

Kayong Utara, Tanggal 20 Mei 2014 adalah hari pengumuman kelulusan bagi Siswa/I SMA/SMK / Sederajat. Pengumuman kelulusan ini tak pelak mengundang berbagai reaksi dan aksi yang kebanyakan di rayakan dengan berlebihan. Banyak di antara siswa/I kita mengumbar nafsunya di jalanan sambil kebut kebutan dan coret moret baju seragam mereka yang sesungguhnya masih layak di pakai, bahkan untuk di sedekahkan kepada yang tidak mampu.

Dengan alasan kenang kenangan atau suka suka dengan entengnya mereka melakukan aksi aksi mubadzir tersebut. salah siapakah ini ?. apakah tidak bisa di siasati dengan cara yang lebih baik untuk merayakan kelulusan ?.  dan siapakah sebenarnya yang harus bertanggung jawab atas semua ini ?.

coret oret baju ujian dan d  konvoi di kayong utara

Menurut Rhiyanda salah seorang tokoh pemuda yang mengepalai Komunitas Fotographer Kayong Utara, mengungkapkan bahwa aksi kelulusan boleh boleh saja di rayakan, namun bisa dengan cara lebih positif, misalnya dengan syukuran sesuai tuntunan syariat agama atau kepercayaan dan kegiatan lain yang bersifatn sosial, seperti menyedekahkan baju dan lain lainnya.

Jamhari dari Tokoh Seni Budaya kayong Utara, menyayangkan aksi Mubadzir tersebut, sebab hal itu tidak mencerminkan bagaimana budaya kta sebagai orang timur yang menjunjung tinggi moral dan etika. Ia juga sedih bahwa hal tersebut juga menunjukkan minimnya kreativitas para pemuda, sehingga mereka cenderung pada evoria dan maunya dengan hal hal instan saja.

coret oret baju ujian dan konvoi di  f fkayong utara

Irwansyah Sebagai Tim Kreatif Simpang Mandiri Production berharap kepada dinas terkait ke depan suapaya dapat menyiasati aksi coret moret dan konvoi di jalanan yang sangat mengganggu lalu lintas kendaraan umum. “Banyak hal yang bisa di sisati oleh dinas terkait, misalnya dengan menginstruksikan kepada seiap sekolah untuk memberikan pengumuman kelulusan pada sore hari, sehinga meminimalisir siswa/I untuk berkeliaran di jalanan. Atau bisa saja bekerja sama dengan pihak keamanan terkait untuk menertibkan siswa/I yang konvoi, atau upaya yang lainnya “. Tandas Irwansyah

Apapun alasan mereka, aksi corat-coret baju bukanlah budaya yang baik. Itu adalah budaya pemborosan. Akal sehat pun tak bisa menerima perilaku ini. Coba Anda hitung kerugian materi dari aksi ini. Anggap siswa SMA/SMK yang ikut UN tahun ini 1.500.000 siswa, kalau 80% dari mereka melakukan aksi ini (1.200.000 siswa) dikalikan dengan harga baju rata-rata dari mereka Rp. 15.000 (anggap demikian kan pakaian bekas) maka total harga baju yang dicorat-coret adalah Rp. 18.000.000.000 (18 Miliar!).Oh ya, ini belum termasuk harga spidol dan cat semprot. Dan kita pun baru menghitung siswa SMA/SMK, belum siswa SMP dan SD yang juga tidak ketinggalan aksi boros ini . (Wk Tim)

0 komentar: