WK-Brand Logo

Jumat, 17 Januari 2014

Perlu Penelusuran Lanjut, Keberadaan Kiyai Muntaha Masih Misteri

makam kiyai muntaha, warta kayong kalbar

Embun pagi masih melekat di dedaunan. Pagi itu, Rabu (15/1/2014), WK menyambangi Makam Kiyai Muntaha, makam ulama yang hidup pada masa Kerajaan Simpang. Letak Makam tersebut persis di pertigaan antara Jalan Provinsi dan Jalan Parit Yoda Penjalaan. Sekitar 50 meter arah barat Jalan Provinsi Desa Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Hilir. Warga setempat menyebut tikungan tersebut dengan sebutan selikoh (tikungan) Penjalaan.

Dari cerita mulut ke mulut, serta penuturan para sesepuh Rantau Panjang, bahwa makam yang nisanya di cat berwana kuning tersebut adalah Kiyai Muntaha, kiyai yang hidup pada masa Kerajaan Simpang. Namun dari sekian penuturan tokoh yang dituakan dan dianggap mengetahuinya, tak ada satu pun yang tahu pasti. Pada masa pemerintahan (raja) siapa Kiyai Muntaha hidup. Keterangan yang kami dapat, hanya seputar kisah bahwa Kiyai Muntaha adalah Ulama, hidup pada masa Kerajaan Simpang – penyebar Agama Islam di tanah Simpang dan sekitarnya.

Menurut keterangan beberapa sumber yang dapat dipercaya. Sepanjang sepengetahuan mereka, bahwa nisan Kiyai Muntaha belum pernah ganti, masih utuh. Warga setempat hanya pernah ngecat nisan makam, membuat jembatan menuju makam serta membersihakan makam yang sebelumnya dikelilingi pepohonan dan semak belukar.

Didampingi Hasanan, Ketua BPD Rantau Panjang, WK Tim mencoba kembali menggali keberadaan makam tunggal tersebut, dengan warga sekitar makam. Makam siapa itu? Siapa Kiyai Muntaha? Darimana asalnya? Pada masa raja siapa dan sekitar tahun berapa dia hidup?

Penuturan Ramli (68), warga yang tinggal disekitar makam kiyai, pun tidak mengetahui secara pasti. Yang beliau ketahui makam tersebut benar makam Kiyai Muntaha, seorang ulama. Jawaban yang sama seperti keterangan sumber-sumber sebelumnya.

Masih menurut Ramli, sebagaimana yang diketahuinya. Dia (Kiyai Muntaha, red), memiliki isteri bernama Siti. Isterinya adalah dukun beranak, istilah sekarang bidan kampung. Tapi entah dimana makam isteri kiyai tersebut, dia sendiri pun tidak tahu.

Dikatakan Hasanan. Sejak 2006 yang lalu, dia telah melakukan penelusuran untuk mengetahui detil cerita tentang Kiyai Muntaha. Baik menemui sesepuh yang ada di Rantau Panjang, Teluk Melano, Desa Mata Mata, Sukadana dan kepada orang-orang KKU yang tinggal diluar KKU. Jawabannya tetap sama. Bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali.

Hanya satu, saya belum pernah menelusuri pada keturunan Raja Simpang yang ada, apa mereka memiliki catatan/mengetahui cerita tentang Kiyai Muntaha. Kalau dalam buku sejarah kerajaan di Kalbar yang pernah saya baca, tidak pernah menyebutkan tentang seorang ulama bernama/berjuluk Kiyai Muntaha, “Ungkap Hasanan.”

“Pernah satu kali saya bertanya dengan Raden Jamrudin (48),” lanjut Hasanan. Namun, Raden Jamrudin, yang masih keturunan Raja Simpang ini, pun tidak mengetahui pasti keberadaan Kiyai Muntaha. Sampai sekarang saya masih penasaran. Saya bertekad, akan tetap mencari tahu bagaimana cerita tentang kiyai ini. Semoga suatu saat, saya menemukan orang yang saya maksud, “Harapan Hasanan bersemangat.”

Sayang, makam yang dianggap keramat ini, saat WK kesana kondisinya dipenuhi rumput, tak terawat. Walaupun warga secara swadaya telah membuat jembatan kecil menuju ke makam, namun jalan menuju ke makam tersebut telah tumbuh semak belukar. Kondisi makam benar-benar kurang terawat.

Rencananya tahun ini, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Desa Rantau Panjang, akan dianggarkan sejumlah dana untuk membenahi makam Kiyai Muntaha. Hal tersebut dikemukan Hasanan. Katanya, dia berinisiatif akan membangun rumah makam Kiyai Muntaha, melalui dana APBDes 2014. Tentu ini harus kita bicarakan dengan Kepala Desa serta anggota BPD lainnya. Semoga Kades, anggota BPD dan masyarakat sependapat/setuju dengan rencana ini.

Terlepas dari cerita kiyai ini yang belum menemui kesimpulan akhirnya, kita harus memberikan perhatian khusus atas keberadaan makam tersebut. Apa lagi cerita legendanya beliau seorang ulama yang hidup pada masa Kerajaan Simpang, penyebar Agama Islam. Tentu memiliki nilai historis (sejarah) – menjadi situs sejarah yang harus mendapatkan perhatian kita semua, ajak Hasanan.

Lebih lanjut Hasanan mengemukakan. Sebagai warisan sejarah, kita harus mengabadikannya. Agar generasi berikutnya mengetahui cerita lampau. Cerita seputar Kerajaan Simpang yang pernah ada di nusantara. Jika makam tersebut benar makam Kiyai Muntaha, berarti sebagai anak bangsa kita sangat menghargai sejarah. Menghargai orang yang pantas kita sebut sebagai pahlawan. Sebab, dia telah berjasa kepada kita. Pembantu raja serta penyebar Islam hingga sampai kepada kita hari ini, khususnya bagi umut Islam di Tanah Simpang. (WK Tim)

0 komentar: